H R U, lil Friend?  

Posted by Sweetkimitha


Apa kabar sobat kecilku? Sudah hampir dua dasawarsa berlalu, sejak terakhir kita bertemu sebelum kenaikan kelas lima SD. Yang paling kuingat darimu adalah keramahan dan mata teduhmu. Walaupun aku juga pernah melihatmu cemberut, jika menemui sesuatu yang tidak berkenan dihatimu. Aku juga ingat hari pertamamu sebagai murid baru di kelasku. Yang jelas sebagai anak pindahan dari kota besar, kamu nampak lain daripada rata-rata teman sekelas yang memang lahir dan besar di kota kecilku saat itu. Kesan pertamaku tentangmu, kamu pendiam dan sedikit sombong, tapi aku juga melihat sifat pemalu saat kamu memperkenalkan diri di depan kelas. Entah kenapa akhirnya kamu duduk disampingku, sehingga teman sebangkuku sebelumnya malah disuruh pindah, mungkin karena aku sang ketua kelas pada saat itu (he3..ga nyombong dink :p). Aku dan segala rasa ingin tahuku langsung menanyaimu ini-itu, dan dengan sedikit malu (atau jaim nie?) kamu menjawab pertanyaan-pertanyaanku, dan yang paling penting senyum tidak pernah absen dari wajahmu..he3. Singkat cerita, kita menjadi cepat akrab, bahkan kalo tidak salah, kita kecil-kecil sudah belajar ‘korupsi’ kan? ‘Korupsi’ nilai maksudnya. Istilah kerennya sekarang simbiosis mutualisme :p Ehm gini ceritanya ..berhubung aku lumayan pintar di kelas (lha sombong lagi deh..he2), seringkali aku me‘ngatrol’ nilaimu supaya tidak terlalu jatuh, caranya kalau peer atau ulanganmu salahnya banyak, aku akan menghapusnya dan membenarkan jawabannya, jadi akhirnya kamu tidak mendapat nilai merah, ha3.. tapi sunnguh aku ikhlas melakukannya, walaupun pada akhirnya kita sadar bahwa apa yang kita lakukan itu salah..gara-gara nasihat pas pelajaran agama..so that was the end of our crime.
Time goes by, kita menjadi tambah akrab, malah terkadang kamu sering mencurahkan isi hatimu padaku, tentang segalanya, keluarga dan hidupmu. Tak tahu mengapa, aku dapat menangkap sesuatu dari ceritamu, entah benar atau tidak, kamu itu sebenarnya sudah lebih dewasa dari usiamu sesungguhnya, bahkan saat itu aku belum terlalu ngeh dengan ceritamu. Dan ini bagian cerita yang paling kusuka, kamu adalah orang yang paling rajin membawakan aku ‘upeti’,he3..paling sering kamu membawakan aku roti keju yang enak banget (dari toko roti paling beken di kotaku pula..asyiiiik!). Padahal aku tidak pernah memintanya (karena aku selalu ingat bahwa memberi itu lebih baik daripada menerima). Kadang-kadang coklat atau cemilan-cemilan lain yang tidak kalah enaknya. U really know how to make a little girl happy. Aku masih ingat saat kamu tertawa renyah setiap kali berhasil memasukkan ‘upeti’ itu ke dalam tas Simpsonku yang super gede itu karena takut diketahui oleh teman-teman yang lain dan membuat mereka iri. Itulah yang aku banggakan darimu, kamu paham sekali bagaimana menjaga perasaan orang lain.
Setiap pelajaran menggambar tiba, saat itulah aku bisa mendengarkan ceritamu panjang lebar tentang apa yang kamu tuangkan dalam kertas gambarmu. Selera kita memang berbeda, seperti saat kita ditugaskan untuk menggambar rumah, aku hanya menggambar sebuah rumah kecil yang penuh bunga, ada kolam ikan, pokoknya sebuah rumah yang sejuk dan asri. Sedangkan kamu menggambar sebuah rumah besar lengkap dengan parabola, mobil dan bergaya klasik. Aku Cuma terkagum-kagum saat kamu menceritakan gambarmu dan khayalan-khayalanmu karena memang sesungguhnya saat itu aku tak terlalu paham dengan itu (mungkin kamu sekarang sudah menjadi arsitek handal sesuai dengan ceritamu dulu). Kadang aku merasa ini adalah persahabatan yang lucu, karena aku adalah gadis tomboi yang selalu bicara blak-blakan, sedangkan kamu selalu memilih diam walaupun aku tahu di dalam hatimu merasa tidak setuju. Tapi itulah kita, kita bisa saling melengkapi satu sama lain.
Apa kabar sobat kecilku? Sudah hampir dua dasawarsa sejak kepindahanku ke kota Apel ini, dengan tanpa memberimu kabar tentang kepindahanku. Sungguh, aku hanya tidak ingin melihatmu bersedih. Hingga salah seorang teman SD kita mengirim surat dan ia berkata dalam suratnya, “Tha, kamu jahat sekali pindah tanpa mengabarinya. Dia sangat bersedih mendengar kepindahanmu. Tolong hubungi dia.”. Dheg! God, what I’ve done! Aku merasa menyesal sekali saat itu. Tapi bodohnya, mengapa setelah itu aku tidak berpikir untuk sekedar menelpon atau berkirim surat padanya. Aneh, aku sendiri tak tahu mengapa. Setahun setelah itu, aku mendapat kabar lagi bahwa kamu juga sudah pindah ke kota lain (seingatku suatu kota di luar Jawa). Yah, setelah itu ceritamu benar-benar tenggelam. Walaupun kadang aku masih sering teringat kamu saat membaca atau mendengar namamu disebut, mungkin karena namamu cukup pasaran, ha3..becanda ding! Beberapa kali aku mencoba menuliskan namamu di mesin pencari Google atau media pertemanan seperti Friendster, Multiply dan lain-lain, tapi hasilnya nihil. Padahal aku cuma ingin mengetahui kabar terbaru tentangmu. Benar juga kalau ada yang bilang, “Sahabat itu datang dan pergi, sedangkan musuh berkumpul”. Hmmm..Semoga kamu masih mengingat masa kecil kita, sebuah kurun yang penuh kegembiraan dan kenakalan.

Hard to Decide  

Posted by Sweetkimitha


Menapaki usia seperempat abad lebih (silver age), sebagai manusia dewasa normal, kita dihadapkan pada konsekuensi yang mau tidak mau harus diambil yaitu, kompleksitas dan kenyataan bahwa hidup menjadi semakin tidak mudah. Setelah puas bermanja-manja pada orang tua, sekarng waktu untuk keluar dari cangkang kita dan menyelami labirin hidup yang tak pernah bisa disangka-sangka ujungnya. Ok, way to go, Girl! yang terpenting adalah kita harus berpikir realistis dan bertanggung jawab pada diri sendiri.

Buat kita yang masih stuck on a ‘single table’ (pasti punya alasan masing-masing untuk hal tersebut), sedikit banyak masalah jodoh jadi satu poin penting dalam agenda. Tapi, hal yang membuat pusing adalah menentukan who’s the right one, karena pastinya kita menginginkan yang terbaik untuk selamanya..dunia akhirat! ( I think a whole bunch of people have the same idea with me..). Kisah dalam film “Heartbreak Kid” mungkin bisa jadi bukti masalah jodoh bukanlah masalah kecil dan perlu pemikiran matang. Dalam film itu diceritakan, Eddie seorang pria empat puluh tahun yang sudah bosan membujang pada suatu kesempatan bertemu dengan seorang wanita jangkung dan cantik bernama Lila. Kali ini sepertinya dewi cinta sedang menaungi Eddie, karena walaupun secara logika Lila ‘too good too be true’ buatnya, mereka akhirnya bisa semakin dekat dan enam minggu setelah itu mereka memutuskan untuk menikah dan berbulan madu ke Mexico. Disinilah, mimpi-mimpi indah itu berubah menjadi mimpi buruk. Satu persatu Eddie melihat aspek-aspek yang telah ia lewatkan sebelumnya, yaitu kebiasaan-kebiasaan buruk istrinya yang bertentangan dengan dirinya sebagai seorang pria konvensional dan family man. Kebiasaan buruk itu antara lain keasyikannya bernyanyi terus-menerus sepanjang hari dan perilaku seksnya yang uninhibited..oops! what a nightmare! So, ketika akhirnya dia bertemu dengan Miranda, wanita yang kebetulan juga sedang berlibur dengan keluarganya, Eddie langsung jatuh cinta (lagi) karena dia melihat semua aspek kesempurnaan yang dia cari selama ini. Singkatnya, he realized in a day or two that she’s the one for him..lhaaaa padahal dia baru seminggu yang lalu menikahi Lila kan? Lalu?

Itulah intinya, seperti nasihat Phil Collins, “You can’t hurry love, now U’ll just have to wait, she said love don’t come easy, but it’s a game of give and take..”, karena sesungguhnya cinta itu tidak buta tapi saling memahami. Jadi bagi orang-orang yang narsis, takut berkomitmen dan pengikut semboyan “greener grass on the other side of the fence” alias rumput tetangga selalu kelihatan lebih hijau, bersiaplah untuk menjadi Eddie Eddie berikutnya. Tentang aku? Narsiskah aku? Hmm..kukira aku jauh dari itu. Rumput tetangga selalu kelihatan lebih hijau? Nope, aku selalu bersyukur atas apa-apa yang sudah kudapat. Takut komitmen? Bukannya takut, mungkin aku belum siap. Ahaha, itulah masalahnya! Ada yang mengatakan bahwa tolak ukur kedewasaan seseorang bukan hanya dari usia tapi juga dari pola berpikirnya, dan saat ini aku masih berada di titik yang belum siap untuk selalu berpikir bahwa apapun yang kulakukan, konsekuensinya bukan hanya pada diriku sendiri, tapi juga pada pasanganku. Entah itu hal baik atau hal buruk. Inilah paradoksnya, ternyata lamanya suatu proses pengenalan satu sama lain dalam hubungan bukanlah harga mati bahwa kita bisa segera mendapat kemantapan untuk mengakhiri status single fighter. Pun kita telah menjadi PDA (public display of affection) buat orang-orang di sekitar kita, itupun juga tidak menjamin (dan itu terjadi pada hubunganku ini. Seorang teman yang bijak memberikan jalan tengahnya, “Hidup, mati dan jodoh adalah semata-mata kuasa Yang Mempunyai Hidup..yang terpenting kita tidak pernah berhenti berikhtiar dan paham bahwa setiap kesulitan dan kegagalan itu seperti racun obat. Bukankah sesuatu yang tidak mampu membunuhmu, justru membuatmu makin kuat?” Ahaha, nice try, Buddy!
Waktu memang begitu, dengan cepatnya dia berlalu. Sekarang tergantung bagaimana aku bisa mengisinya dengan rupa-rupa pengalaman sambil terus mencari turning point dalam hidupku. Yah aku merasa mendapat semangat baru untuk kembali ke jalur hidupku. Banyak orang butuh banyak waktu untuk belajar namun akhirnya tidak mendapatkan apa-apa, tapi tak jarang pula ada yang dengan pengalaman pendek mendapatkan pencerahan sepanjang hidupnya. Mudah-mudahan aku termasuk golongan yang terakhir.