Untuk Sebuah IMAGI  

Posted by Sweetkimitha

Kubilang juga apa. Sejak pertemuan pertama dengan pria itu, aku sudah mampu melihat yang lain dari dirinya. Senyumnya yang malu-malu membuatku teringat Nicholas Saputra di 3 Doa 3 Cinta. Polos tapi menggoda. Andaikan aku Dian Sastro di film itu, kurang lebih yang kurasakan adalah sama, "Nih orang cupu banget ya..", sambil ketawa-ketawa dalam hati. Jujur, dalam soal pergaulan, apalagi menilai personaliti seseorang, aku termasuk ahlinya. Rugi lah kuliah empat tahun di Psikologi tapi gampang diperdaya orang. Walaupun..walaupun pernah juga meleset sih. Itupun mungkin karena saking jagonya orang tersebut menyembunyikan kepribadiannya, alias punya kepribadian ganda. Haiiyzz.. jangan diingat-ingat lagi deh.

Tralala..trilili.. dia sekarang sedang berdiri berada beberapa meter di depanku. Menikmati pemandangan punggung bidangnya tanpa sadar membuat hatiku bersenandung lagu gak jelas, soundtrack dari film Korea super romantis yang baru kutonton semalam. Anganku melayang ke setting lokasi film semalam, yaitu sebuah bukit penuh dengan bunga-bunga berwarna violet, dan beberapa detik lagi aku akan telah merebahkan badanku ke gundukan kapas empuk diantara bunga-bunga itu, ketika tiba-tiba..

"Ehemm.." Jegerrr!!! Suara deheman agak pelan itu membuyarkan lamunanku. Sedetik kemudian kupastikan mukaku sudah seperti udang rebus yang hendak dilahap orang. Merah dan pasrah. Saking malunya. Wait..wait.. tapi itu cuma sedetik, dengan keahlianku dan ke "cool" anku, sedetik kemudian kupastikan mukaku sudah tenang kembali.
"Pagi-pagi koq udah ngelamun.." godanya.
"Iyah..gara-gara kangen pacar.." jawabku sekenanya. Padahal aku kan jomblowati, pacar dari Hong Kong. Tapi paling tidak dengan jawaban itu, dia bakal berhenti berpikir macam-macam seandainya, ya seandainya dia tahu aku sedang memandanginya beberapa lama dari belakang tadi.
"Yippi, cerdas banget lo, Mi", puji diriku sendiri. Aku nyengir kuda.

---o/o---

Tak terasa sudah sebulan berlalu sejak aku menginjakkan kaki di kota sejuk ini. Awalnya aku merasa terasing, maklum setelah seperempat abad lahir dan hidup di kota metropolitan, kota kecil dan sepi seperti ini benar-benar memasung kebebasanku. Membuatku malas kelayapan. Seusai maghrib, sambil nonton acara teve lokal yang jayus abis, biasanya aku akan tertidur sampai.. saatnya shalat malam. Ya..ya.. satu-satunya hal yang membuatku merasa beruntung terdampar di kota kecil ini adalah aku bisa lebih meresapi arti hidup dan keberadaanNya. Setelah terungkapnya skandal perselingkuhan kekasihku yang menyesakkan dada beberapa bulan lalu.

Atmosfer kota ini seperti memiliki unsur magis yang bisa membuatku sedikit demi sedikit melupakan bagian pahit dari hidupku. Mantra penenang itu membuat laju kehidupanku di kota ini terasa lamban. Saraf otakku yang terbiasa bekerja overload seakan mendapatkan kesempatan untuk beregenerasi dan rileks. Ini berkah tersembunyi dari pelarianku. Perlahan tapi pasti aku merasa bisa menyatu dengan centang perenangnya.

---o/o---

Hari ini aku merasa lebih rajin dari biasanya, setelah shalat shubuh aku langsung mandi. Olala, baru kutahu kalau mandi pagi-pagi sangatlah menyegarkan. Belum lagi kabut yang turun gara-gara hujan semalaman kemarin. Dan anehnya aku merasakan tubuhku lebih hangat setelah mandi. Kutengok jam dinding kamar, aku masih punya cukup waktu untuk memanjakan diri sebelum berangkat ke kantor. Kuseduh secangkir teh jahe dan kue pie favoritku. Mmmhh, nikmatnya.. tiba-tiba aku terngiang lagu Letto - Sebelum Cahaya.Embun pagi bersahaja yang menyejukkan kalbu telah turun membasahi dedaunan.

Suasana kantor hiruk pikuk, aroma kesibukan sebelum tutup buku akhir tahun tercium dimana-mana. Setumpuk dokumen berlabel ini itu teronggok di atas meja kerjaku. Huuuufftt.. susah payah kukumpulkan semangat yang sudah kupupuk sejak pagi tadi, namun sepertinya mereka ilfeel membayangkan yang akan terjadi seharian nanti. Mereka jengah dan sepertinya hendak bersiap mengambil langkah seribu.
"Mau kemana kaliaaann.." teriak Si Komandan Semangatku. Teriakan itu menciutkan nyali para prajurit Semangat yang sudah mulai kocar-kacir.
"Cepat kembali ke posisi kalian masing masing. Sekaraaaannggg.." sengit sang Komandan.
"Rasain lo pada.." cengirku. Aku mulai berkutat dengan tumpukan dokumenku.

Satu jam, dua jam.. akhirnya kelar juga kerjaan ini. Eh, maksudnya tiba juga waktu makan siang. Jam 12 teng. Yayy!! Refleks aku berdiri sambil mengendorkan otot-otot tanganku ke atas, menggerakkan badanku ke kiri dan ke kanan sambil menguap . "Hoaaaaaahmm.. Melapar..melapar.." gumamku. Belum selesai action pribadi itu kulampiaskan, aku baru sadar ada sepasang mata yang mengamatiku dari tadi. Dengan mata terpaku yang membuatku apa ya.. sedikit risih. Tapi jujur, aku senang. "Dasar fetis" ketus Malaikatku. "Sejak kapan kamu nongkrong disana, Tampan" bisik Setanku. Dengan sama-sama salah tingkah kami melanjutkan aktivitas masing-masing, aku dengan gaya "cool" (lagi) melewatinya untuk keluar ruangan dan makan siang, sedangkan dia melangkah menuju ke jendela terdekat (dari hasil pantauan ekor mataku yang bisa diandalkan ketajamannya). "Gerah kali dia yaa.. Habis liat pemandangan tidak lazim dari tubuh indahmu, Mi.. Xixixixi" goda Setan lagi. Malaikatku manyun, tapi aku nyengir kesenangan. Siapa sih cewek yang marah kalo dipuji. Munafik.

---o/o---

Dikasih hati minta jantung. Itulah ciri lelaki. Eits, jangan negatif thinking dulu deh. Ini sama sekali tidak ada hubungannya dengan hal-hal yang 'menyerempet' bahaya, tapi soal si Cupu itu. Setelah melewati proses pendekatan yang sifatnya "Gerakan Bawah Tanah" karena takut ketahuan kolega lain, akhirnya kuberikan lampu hijau pada si Cupu untuk mendekatiku dengan cara klasik. Tak lain tidak bukan yaitu dengan menerima ajakannya untuk makan malam. Percaya atau tidak, setelah malam itu sekarang kepercayaan dirinya melesat bak petasan bumbung. Mulai dari merasa tak sungkan lagi menggoda secara terbuka, duduk dekat-dekat saat makan siang beramai-ramai dan.. kejadian yang terakhir adalah menyentuh lembut punggung tanganku. Herannya aku selalu jadi pihak yang salah tingkah setengah mati. Seperti kejadian minggu lalu saat dia bermaksud menunjukkan website tertentu yang berhubungan dengan proyek kantor, saking nervousnya, aku salah membedakan yang mana mouse snow whiteku yang mana tangannya. Moment itu terjadi pas aku bermaksud mengarahkan panah ke menu Gallery. Sumpah, super norak banget. "Salah sendiri punya tangan putih banget.." bela Setanku membantuku menutupi malu, Malaikatku hanya bisa geleng-geleng speechless.

Setelah insiden 'salah comot' itu, kami, tepatnya aku berusaha menjauh. Sengaja itu kulakukan. Alasannya tidak lain dan tidak bukan adalah demi menjaga gengsiku. Cap cewek agresif tidak ada di kamusku. Slow it down, baby. Semua harus ada seninya, dan sejauh ini "Jinak-jinak Merpati" masih menjadi jalan yang terbaik. Setan dalam pikiranku mulai nakal dan memberi ide-ide busuk untuk mengerjai si Cupu.
"Sorry boy, but I need to know how deep is your feeling.." tumben Malaikatku kali ini mendukung si Setan. Semakin muluslah misi JJMku. Halah..

---o/o---

Bosan dengan suasana kost, malam minggu kali ini akhirnya kuterima tawaran Amel, teman kantor sekaligus teman satu kostku untuk nongkrong bersama teman kantor lainnya yang notabene masih berstatus lajang. Mengapa kubilang akhirnya? Karena ini ajakannya yang ketiga kali dan baru sekarang aku mengiyakan. Sekilas kubayangkan suasana nanti. Pastinya agak canggung berkumpul dengan teman yang tidak satu divisi denganku, but it's okey lah itung-itung nambah luas jaringan. Wuih, berasa anggota MLM deh.

Suasana cafe yang bernuansa retro itu cukup sepi untuk ukuran malam minggu. Begini ini suasana akhir pekan di kota kecil. Untung suara musik yang berdentum-dentum membuat semangatku naik lagi sambil menikmati segelas ginger ale favoritku dan croissant pilihan Amel. Aku tak terlalu menanggapi rumpian teman-teman kantorku yang sibuk mengabsen para jejaka di kantor yang masuk 'High Quality Jomblo'. Aku tak tertarik topik ini sama sekali. Sempat kucuri dengar nama si Cupu disebut-sebut juga. Rupanya dia punya cukup banyak penggemar di kantor. Tapi aku tak mendengarkan lebih lanjut. Aku malah mengalihkan perhatianku dengan menyapukan pandangan pada para pengunjung cafe ini. Kebanyakan pasangan muda yang sedang kena panah si Cupid. Ada perih kembali mengaliri hatiku melihat mereka. Aku jadi teringat Keenan. Ah, Keenan mengapa harus ada malam itu. Malam dimana aku harus mengetahui semua kebohonganmu. Malam dimana aku harus melebur semua mimpi masa depanku. Susah payah kita sejak berseragam abu-abu menjadi sia-sia. Mataku memanas dan cairan mulai menggenang. Kutahan setengah mati supaya tidak jatuh dan membuat heboh teman-teman jomblowatiku yang lain.

Kurebahkan kepalaku yang mendadak meriang di bantalan kursi cafe yang empuk. Kulihat sekilas Amel menatapku keheranan, tapi cepat-cepat kupejamkan mataku sebelum dia bertanya-tanya lebih lanjut. Dia tampaknya mengerti bahwa aku sedang tidak mau diganggu, dia lalu kembali asyik dengan bahan obrolannya.

Kucoba mengosongkan isi kepalaku. Sedikit demi sedikit dan menuju satu titik hitam. Kurasakan gumpalan emosiku, meluruh sedikit demi sedikit. Ketika hatiku menenang, sayup kudengar suara pria-pria tepat di sekat sebelah kursi tempatku duduk. Mereka tertawa terkikik-kikik mendengar cerita salah seorang diantara mereka.Just for fun, kucoba larut dalam pembicaraan itu. Pria dan wanita tenyata sama saja. Topik pembicaraan paling utama dan paling menarik adalah lawan jenisnya. Begitu juga pria-pria ini. Awalnya mereka tentang pekerjaan masing-masing, lalu ketika ada yang mulai menyeletuk tentang lawan jenis, akhirnya topik terakhir ini mengalir bagai air bah yang tidak mau berhenti. Semuanya larut. Dari obrolan yang sopan sampai yang belakangan kudengar.. obrolan kurang ajar. Kadang aku meringis juga menahan tawa mendengar cerita mereka.

" Di kantorku, ada cewek cakep.. Namanya Naomi..", celetuk seorang pria yang sedari tadi ceritanya terdengar dominan.
" Wah kenalin dong sama kita-kita", teman-temannya menimpali hampir bersamaan. Aku semakin mendengarkan dengan seksama.
"Wah, yang ini.. Maaf, boys.. Ini buat aku aja ya..", ujar pria itu. "Dia itu.. mmmmh..eksotik.. seleraku banget..", lanjutnya.
"Gak setia kawan kau, Gie?", protes salah satu dari mereka. Teman yang lain koor di belakang protes tadi.
"Naomi.. Naomi.. Oooh..", si cowok yang disebut Gie itu mendesah. "Dasar sableng", batinku. Teman-temannya tertawa riuh rendah. Suasana semakin panas. Omongan mereka semakin tak terkontrol. Kata-kata sarkasme dan tak pantas mulai membanjir.
Mukaku merah padam. Siap meledak [ON].

"Mi..kamu.. kamu sakit? Kenapa mukamu?", tanya Amel ketika menyadari aku sudah bangkit dengan muka yang sudah gak jelas warnanya. Refleks aku memberikan kode padanya untuk diam dan tetap di tempat duduknya. Dia menurut saja. Teman yang lain saling berbisik melihat tingkah anehku. Aku tak peduli. Kurenggut gelas ginger ale ku yang masih kuminum setengah. Aku mengambil langkah besar-besar untuk menuju meja sebelah. Mendatangi gerombolan pria tadi. Dengan mudah aku mengenali pria yang disebut Gie, ternyata dia duduk membelakangi posisi berdiriku sekarang. Dengan kasar kucolek bahunya. Ketika dia menoleh dan melihat wajahku, dia tampak terhenyak.Mukanya menegang. Tanganku yang menggenggam gelas berisi ginger ale itu hampir kuayunkan, tapi mendadak urung. Beberapa detik atau bahkan semenit kemudian mataku dan Magi, pria yang disebut dari tadi disebut Gie oleh teman-temannya bertumbukan. Ada getaran yang lain. Entah. Matanya pun jadi teduh. Apakah karena rasa bersalah atau yang lain, aku tak tahu. Saat itu juga aku berlalu tanpa perduli lagi suaranya yang memanggil namaku.

Magi, Magi.. mengapa sekarang namamu berdenyut-denyut di hatiku perlahan. Ada desir halus menyertainya.