Yang Tak (Pernah) Sempat Terucap  

Posted by Sweetkimitha


Ketika hatiku diselimuti awan gelap keraguan. Keraguan tentang kesetiaan seseorang.Itu kamu, Ga. Pelan tapi pasti kucoba menyatukan kembali serakan kepercayaan yang tersebar di sekelilingku. Apa itu percaya? Kata Si Bijak, percaya itu suatu keyakinan yang timbul tanpa perlu bukti. Itukah? Damn!! kenapa aku harus terlahir dengan firasat setajam ini. Firasat yang selalu membuatku ketakutan setengah mati.

Kita. Berapa lama aku dan kamu menghabiskan waktu bersama? Setahun, dua tahun, tiga tahun..dan sekarang tanpa terasa sudah tahun ketujuh. Ahhh, cepat sekali detik demi detik itu terbang meninggalkan goresan di lembar hidup kita. Kamu, masih seperti Arga yang kukenal, namun kini kau jauh lebih emosional, meletup-letup, yang jika kau memuntahkan lahar dinginmu itu membuatku serasa ingin hanyut bersamanya. Hilang dan tidak perlu melihatmu lagi. Namun diatas semuanya, aku benar-benar mengagumi sosokmu. Biarlah orang berkata aku seorang apa itu istilahnya. Hmmmmm, MASOKIS? Oh, Big No! kupikir mereka terlalu naif menilai aku seperti itu. Jauuuuuh diatas semuanya, aku memiliki rasio yang amat kuperhitungkan. Hanya saja, entah kapan 'Saudara Tiri'ku itu akan menguat dan mengalahkan si Bodoh nan lemah ini..Someday? Yeah, maybe..*pesimistis menguasaiku*

Malam itu mengapa oh mengapa firasat buruk itu kembali menyengat. Aku terbayang-bayang kamu, segunung kenangan kita dan..hei, siapa bayangan wanita yang yang tersamar itu. Siapa itu, Ga? Jawab!!
Semalaman itu aku gelisah menunggu kabar darimu. Otakku terasa meradang, mataku tak mau bersantai barang sejenak untuk sekedar lelap ayam. Aku benciiii..benci ke-acuh tak acuh-anmu, dinginmu, strictmu..dan benci dengan cemburuku pada sosok bayangan itu.

Tick..Tick..

Malam ini, malam ketiga. Kukumpulkan segenap keberanian dengan melunturkan segalon rasa gengsi yang mengendap di segenap sisi harga diriku sebagai perempuan. Langkahku ini tidak akan terhenti lagi..dan sebagai tujuannya adalah sebuah rumah mungil di ujung kota. Dengan langkah penuh kehati-hatian kulewati hamparan batu karang kecil di depan rumahmu. Didepan pintu depan rumah yang terbuka teronggok sepasang sandal pink glossy, cantik nian rupanya. "Sama dengan warna favoritku..", gumamku.
Rasa penasaranku makin membuncah. Tanpa suara kumasuki rumahmu dan kudengar canda tawa sepasang anak manusia, laki-laki dan perempuan. Tiba-tiba perutku dilanda mulas. Kukenali suara laki-laki itu adalah..KAMU, sedangkan suara perempuan itu..cukup familiar rasanya. Tapi..siapa dia?, batinku memburu.

Tuk..tuk..tuk.. *suara langkah sepatuku*

Sekarang..selangkah lagi aku akan memasuki ruang keluarga. Agak remang jelas kulihat, sepasang bayangan diatas sofa kecil favorit kita. Rambut wanita itu panjangnya sebahu. Beberapa detik kemudian jelas kulihat wajahmu, pias..menyadari aura kehadiranku di tengah kalian. Kamu terkejut apalagi aku, Ga.., namun wanita terkutuk itu tetap diam. Dan..yang terjadi setelah itu benar-benar di luar kendaliku. Entah, kekuatan apa yang merasuki aku hingga tanganku yang mungil nan cantik ini dengan kasar meraih rambut wanita yg masih saja mematung itu. Sreeeeeettt, kutarik penuh amarah, dia mengerang kesakitan dan memalingkan wajahnya yang..Ya Tuhankuu, wajah itu wajahku sendiri. Semuanya menghitam..aku BLACKOUT..

Rasa hangat menjalari pipiku saat terasa kesadaranku memulih. Wangi kayu-kayuan khas seorang Arga memenuhi rongga paru-paruku. Bersamaan dengan itu mengalirlah embun sejuk yang lama tak kudapatkan setelah (paling tidak) anniversary kita yang ke tiga. Inikah bahagia yang sesungguhnya? Sesuatu yang kembali setelah kubiarkan ia menjadi pengembara liar di tanah hati kami yang menandus.

Tanpa ba bi bu, kuserbu bidang hangat di dadamu, "persetan dengan firasat", bisikku. Aku tak mau lagi percaya firasat. Aku tahu pasti penanda itu ada, tapi aku memilih mengabaikannya. Yang kutahu, firasat kali ini adalah ketakutan belaka. Tak terbukti. Hipotesis yang pincang.

Hening beberapa menit, lalu pecah..
"Na, maksudmu persetan itu apa?" tanyamu polos.
"Sudahlah,Ga. Aku cuma gak mau kehilangan kamu.." bisikku. Kamu tersenyum manis dan aku meringis dalam hati, "Semoga mimpi tadi biarlah menjadi sesuatu yang tak (pernah) sempat terucap.."